Dunia
pada dasarnya bukanlah sesuatu yang harus dijauhi. Namun dunia bisa
menjadi penghalang untuk bisa sampai kepada Allah. Harta pada dasarnya
bukanlah sesuatu yang di benci. Namun, harta itu tercela jika dia
melalaikan dari mengingat Allah. Betapa banyak kaum muslimin yang
tertipu dengan gemerlap dunia sehingga lupa akan tujuan penciptaannya.
Ironisnya mereka tidak menyadari hal tersebut dan ketika dirinya
ditanya, “Apakah yang engkau inginkan, dunia ataukah akhirat?” Serentak dirinya menjawab, “Saya menginginkan akhirat!” Padahal keadaan dirinya menjadi saksi atas kedustaan ucapannya tersebut.
Dunia
pada dasarnya bukanlah sesuatu yang harus dijauhi. Namun dunia bisa
menjadi penghalang untuk bisa sampai kepada Allah. Harta pada dasarnya
bukanlah sesuatu yang di benci. Namun, harta itu tercela jika dia
melalaikan dari mengingat Allah. Betapa banyak kaum muslimin yang
tertipu dengan gemerlap dunia sehingga lupa akan tujuan penciptaannya.
Ironisnya mereka tidak menyadari hal tersebut dan ketika dirinya
ditanya, “Apakah yang engkau inginkan, dunia ataukah akhirat?” Serentak dirinya menjawab, “Saya menginginkan akhirat!” Padahal keadaan dirinya menjadi saksi atas kedustaan ucapannya tersebut.
Kesenangan Dunia, Fitnah Bagi Umat Ini
Cinta terhadap keindahan dan kenikmatan dunia adalah sesuatu yang
menjadi ciri khas makhluk Allah yang bernama manusia. Allah berfirman:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ
النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ
وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأنْعَامِ وَالْحَرْثِ
ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita,
anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan,
binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali Imran: 14)
Demikianlah watak asli manusia, sehingga tidak ayal lagi hal itulah
yang banyak menjerumuskan manusia sehingga hatinya terkait dengan dunia
padahal tidak dipungkiri lagi keterkaitan hati dengan dunia merupakan
fitnah sekaligus musibah yang menimpa umat ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
{ إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً وَفِتْنَةُ أُمَّتِي الْمَالُ }
“Sesungguhnya setiap umat memiliki fitnah, dan fitnah bagi umatku adalah harta.” (HR. Tirmidzi dalam Silsilah Ash Shohihah, Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih)
Maka sungguh mengherankan tatkala seseorang yang seharusnya beramal
untuk mencapai surga yang luasnya bagaikan langit dan bumi, justru
tenggelam dalam fitnah dunia dan harta. Oleh karenanya tidaklah
mengherankan jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat
khawatir bila pintu-pintu kesenangan duniawi telah dibukakan bagi umat
ini karena hal itulah yang menyebabkan mereka berpaling dari agama. Wallahul musta’an.
Dunia Itu Terlaknat!
Kaum muslimin, mari bersama kita renungkan hadits berikut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
{ إِنَّ الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلَّا ذِكْرُ اللَّهِ وَمَا وَالَاهُ وَعَالِمٌ أَوْ مُتَعَلِّمٌ }
“Dunia itu terlaknat dan segala yang terkandung di dalamnya pun
terlaknat, kecuali orang yang berdzikir kepada Allah, yang melakukan
ketaatan kepada-Nya, seorang ‘alim atau penuntut ilmu syar’i.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah. Dalam Shohihul Jami’, Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan)
Perlu kiranya kita merenungkan hadits
ini dengan seksama, di golongan manakah diri kita berada, apakah kita
termasuk golongan yang mendapat rahmat dan terjauh dari laknat ataukah
sebaliknya diri kita justru termasuk orang-orang yang mendapat laknat,
menjadi budak dunia
dikarenakan sebagian besar aktivitas kita atau bahkan seluruhnya hanya
bertujuan untuk meraih kenikmatan dunia yang fana ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mencela orang-orang yang tunduk pada dunia dan semata-mata tujuannya adalah mencari dunia dalam sabda beliau:
تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ تَعِسَ عَبْدُ الدِّرْهَمِ تَعِسَ عَبْدُ الْخَمِيصَةِ تَعِسَ عَبْدُ الْخَمِيْلَةِ
“Celakalah budak dinar (uang emas), celakalah budak dirham (uang perak), celakalah budak khamishah (pakaian yang cantik) dan celakalah budak khamilah (ranjang yang empuk).” (HR. Bukhari)
Inilah celaan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada
orang yang kesehariannya menjadi budak harta dan berbagai kesenangan
dunia. Renungkanlah dengan penuh kejujuran dan jawablah di golongan
manakah diri kita berada? Apakah kita termasuk orang yang menjadi budak
dunia ataukah orang yang tujuan hidupnya adalah beribadah kepada
Allah? Renungkanlah sekali lagi hal ini!
Kaitkanlah Hatimu Dengan Akhirat
Saudaraku, jangan jadikan hatimu terkait dengan dunia, jangan sampai
dunia masuk ke dalam hatimu dan bercokol di dalamnya, teladanilah
generasi terbaik umat ini, mereka menggenggam dunia, namun cukup sampai
di situ dan tidak merasuk ke dalam hati. Maka jadilah mereka generasi
yang mencurahkan segenap jiwa raganya untuk kehidupan akhirat, dunia
sebatas di genggaman mereka sehingga mudah dilepaskan, mudah untuk
diinfakkan di jalan Allah. Adapun kita wahai kaum muslimin, aina nahnu min haaulaai (di manakah kedudukan kita jika dibandingkan mereka)? Di mana?! Tentu sangat jauh dari mereka!
Oleh karena itu wajib bagi diriku dan dirimu untuk merenungi sekali
lagi bahkan senantiasa merenungi apakah tujuan kita diciptakan di dunia
ini. Sangat mengherankan jika seorang muslim telah mengetahui tujuan
penciptaannya kemudian lalai dari hal tersebut, bukankah inilah puncak
kedunguan?! Sekali lagi, mari kita senantiasa mengaitkan amalan kita
dengan akhirat, jika anda seorang yang mempelajari ilmu dunia, maka
niatkanlah untuk akhirat, niatkanlah bahwa dirimu dengan ilmu tersebut
akan membantu kebangkitan kaum muslimin. Jika anda seorang pengajar,
dosen atau semisalnya, maka niatkanlah aktivitas mengajar anda untuk
akhirat dan kebangkitan kaum muslimin, demikian juga seluruh profesi,
maka niatkanlah untuk akhirat.
Namun apabila niat anda justru sebaliknya, anda belajar, mengajarkan
ilmu dunia, berbisnis dan melakukan aktivitas dunia lainnya hanya
sekedar untuk mendapatkan dunia, maka anda telah merugi karena telah
melewatkan keuntungan yang amat banyak dan janganlah anda mencela
kecuali diri anda sendiri.
اَللّهُمَّ لاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِي دِيْنِنَا وَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا
“Ya Allah, janganlah engkau jadikan musibah dalam urusan agama kami, dan jangan pula engkau jadikan dunia ini adalah tujuan terbesar dan puncak dari ilmu kami.”
Amin Ya Sami’ad Da’awat. Alhamdulillahilladzi bi
ni’matihi tatimmush sholihat, allahumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad
wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
***
Kesenangan Dunia, Fitnah Bagi Umat Ini
Cinta terhadap keindahan dan kenikmatan dunia adalah sesuatu yang
menjadi ciri khas makhluk Allah yang bernama manusia. Allah berfirman:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ
النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ
وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأنْعَامِ وَالْحَرْثِ
ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita,
anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan,
binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali Imran: 14)
Demikianlah watak asli manusia, sehingga tidak ayal lagi hal itulah
yang banyak menjerumuskan manusia sehingga hatinya terkait dengan dunia
padahal tidak dipungkiri lagi keterkaitan hati dengan dunia merupakan
fitnah sekaligus musibah yang menimpa umat ini. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
{ إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً وَفِتْنَةُ أُمَّتِي الْمَالُ }
“Sesungguhnya setiap umat memiliki fitnah, dan fitnah bagi umatku adalah harta.” (HR. Tirmidzi dalam
Silsilah Ash Shohihah, Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini
shahih)
Maka sungguh mengherankan tatkala seseorang yang seharusnya beramal
untuk mencapai surga yang luasnya bagaikan langit dan bumi, justru
tenggelam dalam fitnah dunia dan harta. Oleh karenanya tidaklah
mengherankan jika Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat
khawatir bila pintu-pintu kesenangan duniawi telah dibukakan bagi umat
ini karena hal itulah yang menyebabkan mereka berpaling dari agama.
Wallahul musta’an.
Dunia Itu Terlaknat!
Kaum muslimin, mari bersama kita renungkan hadits berikut, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
{ إِنَّ الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلَّا ذِكْرُ اللَّهِ وَمَا وَالَاهُ وَعَالِمٌ أَوْ مُتَعَلِّمٌ }
“Dunia itu terlaknat dan segala yang terkandung di dalamnya pun
terlaknat, kecuali orang yang berdzikir kepada Allah, yang melakukan
ketaatan kepada-Nya, seorang ‘alim atau penuntut ilmu syar’i.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah. Dalam
Shohihul Jami’, Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini
hasan)
Perlu kiranya kita merenungkan
hadits
ini dengan seksama, di golongan manakah diri kita berada, apakah kita
termasuk golongan yang mendapat rahmat dan terjauh dari laknat ataukah
sebaliknya diri kita justru termasuk orang-orang yang mendapat laknat,
menjadi budak
dunia
dikarenakan sebagian besar aktivitas kita atau bahkan seluruhnya hanya
bertujuan untuk meraih kenikmatan dunia yang fana ini. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mencela orang-orang yang tunduk pada dunia dan semata-mata tujuannya adalah mencari dunia dalam sabda beliau:
تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ تَعِسَ عَبْدُ الدِّرْهَمِ تَعِسَ عَبْدُ الْخَمِيصَةِ تَعِسَ عَبْدُ الْخَمِيْلَةِ
“Celakalah budak dinar (uang emas), celakalah budak dirham (uang perak), celakalah budak khamishah (pakaian yang cantik) dan celakalah budak khamilah (ranjang yang empuk).” (HR. Bukhari)
Inilah celaan beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada
orang yang kesehariannya menjadi budak harta dan berbagai kesenangan
dunia. Renungkanlah dengan penuh kejujuran dan jawablah di golongan
manakah diri kita berada? Apakah kita termasuk orang yang menjadi budak
dunia ataukah orang yang tujuan hidupnya adalah beribadah kepada
Allah? Renungkanlah sekali lagi hal ini!
Kaitkanlah Hatimu Dengan Akhirat
Saudaraku, jangan jadikan hatimu terkait dengan dunia, jangan sampai
dunia masuk ke dalam hatimu dan bercokol di dalamnya, teladanilah
generasi terbaik umat ini, mereka menggenggam dunia, namun cukup sampai
di situ dan tidak merasuk ke dalam hati. Maka jadilah mereka generasi
yang mencurahkan segenap jiwa raganya untuk kehidupan akhirat, dunia
sebatas di genggaman mereka sehingga mudah dilepaskan, mudah untuk
diinfakkan di jalan Allah. Adapun kita wahai kaum muslimin,
aina nahnu min haaulaai (di manakah kedudukan kita jika dibandingkan mereka)? Di mana?! Tentu sangat jauh dari mereka!
Oleh karena itu wajib bagi diriku dan dirimu untuk merenungi sekali
lagi bahkan senantiasa merenungi apakah tujuan kita diciptakan di dunia
ini. Sangat mengherankan jika seorang muslim telah mengetahui tujuan
penciptaannya kemudian lalai dari hal tersebut, bukankah inilah puncak
kedunguan?! Sekali lagi, mari kita senantiasa mengaitkan amalan kita
dengan akhirat, jika anda seorang yang mempelajari ilmu dunia, maka
niatkanlah untuk akhirat, niatkanlah bahwa dirimu dengan ilmu tersebut
akan membantu kebangkitan kaum muslimin. Jika anda seorang pengajar,
dosen atau semisalnya, maka niatkanlah aktivitas mengajar anda untuk
akhirat dan kebangkitan kaum muslimin, demikian juga seluruh profesi,
maka niatkanlah untuk akhirat.
Namun apabila niat anda justru sebaliknya, anda belajar, mengajarkan
ilmu dunia, berbisnis dan melakukan aktivitas dunia lainnya hanya
sekedar untuk mendapatkan dunia, maka anda telah merugi karena telah
melewatkan keuntungan yang amat banyak dan janganlah anda mencela
kecuali diri anda sendiri.
اَللّهُمَّ لاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِي دِيْنِنَا وَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا
“Ya Allah, janganlah engkau jadikan
musibah dalam urusan agama kami, dan jangan pula engkau jadikan dunia ini adalah tujuan terbesar dan puncak dari
ilmu kami.”
Amin Ya Sami’ad Da’awat.
Alhamdulillahilladzi bi
ni’matihi tatimmush sholihat, allahumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad
wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.